Sunday 30 September 2012

Menulislah, Minimal Satu Buku


30 September 2012

Hari ini hari Minggu, hari dimana orang-orang merasakan kebahagiaan berlebih karena bisa berlibur sejenak dari rutinitasnya. Hari Minggu kali ini saya memulainya dengan menyapa teman-teman maya saya di twitter, kebanyakan dari mereka adalah komunitas ‘Sruduk Follow’. Komunitas ini adalah komunitas dimana kita bisa silaturahmi satu dengan yang lainnya, dari Sabang sampai Merauke bahkan yang berada di luar Indonesia. Ya wajar lah yah, wong kita pake fasilitas internet ya pasti bisa silaturahmi dengan yang jauh. Tapi ada hal yang menarik dari komunitas ini, saya banyak belajar dari setiap orang yang saya temui di timeline. ‘Mereka’ orang-orang yang belum pernah saya temui, tapi mau berbagi ilmu, mau menyemangati, mau menginspirasi teman-teman lainnya. Seperti saya, yang sudah lama ingin belajar menulis, tapi kebanyakan alasan untuk tidak belajar.

Pagi ini saya membaca email yang masuk dari yahoogroup Sruduk Follow, yang di forward  Mas Ivan Arbie aka @IvanDipa dari Mas Zaky Al Hamzah aka @zakyhiromasa, isinya seperti ini:

Haji 28 kali

Saya mengenal seorang pembimbing Haji yang sangat bijak. Usianya baru 50 tahunan tapi sudah pergi haji 28 kali. Bisakah Anda bayangkan betapa banyak pengalaman yang sudah dilaluinya. Betapa banyak hal bisa kita tanyakan dan kita pelajari darinya. Tapi sayang, jika Anda punya list pertanyaan kini dia tidak bisa menjawabnya.

Kenapa? Beberapa bulan lalu ia wafat. Saya merasa sedih, bukan karena kehilangan dia, juga saja karena Indonesia kehilangan salah satu ulama besar, tapi lebih dari itu, hampir semua ilmu pengalaman dan pengetahuannya ikut hilang terkubur. Kenapa? Karena ia tidak menulis. Tidak ada pikiran dan ucapannya yang dibukukan.

Menulis membuat kita abadi, membuat kita kita tetap hidup sekalipun kita telah dikuburkan. Bagaimana dengan Anda? Anda mungkin orang tua yang sukses mengubah anak bandel jadi alim. Anda mungkin guru yang sukses berkarir dari bawah. Mungkin Anda menjadi kaya walaupun dari keluarga miskin dan berjuang keras untuk sukses? Mungkin Anda adalah pahlawan hidup yang dicari banyak orang. Tapi semua itu hanya menjadi kabar angin, dan akan hilang perlahan jika Anda tidak menulis. Semua akan terkubur dan mulai pudar sedikit lebih lama dari pudarnya tubuh kita dalam tubuh.

Apakah ingin dikenang? Apakah Anda ingin hidup dalam keabadian ilmu. Apakah sejarah Anda hanya ingin tertulis di batu nisan atau lebih dari itu? Bukankah amal jariyah adalah amal yang tetap mengalir sekalipun kita meninggal. Tulislah pengalaman Anda, buatlah buku, buatlah diri Anda abadi. Jangan biarkan orang lain mengalami kesalahan yang sama dengan kita. Beri petunjuk orang lain agar hidupnya lebih mudah. Selama kebaikan yang Anda sebar, maka amal akan mengalir. Buatlah setidaknya satu buku, selama Anda masih hidup!

Hidup hanya sekali, satu buku bukan target yang berlebihan. (ditulis Isa Alamsyah dalam bukunya, No Excuse)

Terima kasih.
Salam,
Zaky Al Hamzah
Editor Ekbis/Kreatipreneur Republika
PT Republika Media Mandiri Tbk
Jl. Warung Buncit Raya No.37, Lt.4
Jakarta Selatan 12510
Tel. 021-780 3747 (Hunting) Fax. 021-798 3623 (Redaksi).
HP: 0813 99 81 45 99. Twitter: @zakyhiromasa

Tersentak saya langsung ingat Almarhum kakek saya, KH. Nazmudin. Setahun yang lalu beliau wafat di umurnya yang ke 76 tahun, tepatnya tanggal 16 Ramadhan 1422 H atau 16 Agustus 2011. Mungkin tidak hanya keluarga yang merasa kehilangan tapi juga tetangga, teman, sahabat, kerabat. Banyak hal yang saya sesalkan setelah ia wafat. Saya tidak banyak menimba ilmu agama darinya, karena saya dididik dan dibesarkan jauh dari kediamannya. Dan sekarang saya sering mendengar ceritanya dari saudara-saudara yang hidup dan dibesarkan oleh beliau.
Terkadang air mata ini menetes begitu saja jika teringat betapa cuek nya saya ketika ia memberi nasihat dan do’a-do’a. Ia selalu menyuruh saya membawa kertas dan pulpen kemudian menuliskan do’a-do’a yang ia ucapkan langsung dari bibirnya. Lembaran-lembaran do’a itu pun entah berada dimana, saya tak pernah menyimpannya dengan baik. Dan baru sekarang setelah ia wafat, saya merasakan penyesalan yang begitu mendalam, merasa berdosa dan menyianyiakan ilmu-ilmu agamanya.
Dari isi cerita email tadi dan pengalaman pribadi tentang almarhum kakek saya tercinta ini, saya mendeklarasikan untuk mendisiplinkan diri mulai menulis satu hari minimal satu tulisan. Dengan ini semoga saya bisa menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain dan menginspirasi banyak orang lewat tulisan. Terima kasih Mas @IvanDipa yang telah memposting tulisan yang merubah pikiran saya dan menjadi breakthrough saya mulai saat ini.

Bandung, 30 September 2012 | 10:39 am | Di atas kasur biru, kostan Dago 273N